Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahab rahimahullah berkata, “Thaghut itu banyak jenisnya, dan yang telah kami jelaskan di antaranya ada lima, yaitu : syaithan, hakim yang curang, pemakan risywah (uang sogok), orang yang diibadahi (selain Allah) dan ia ridla, serta orang yang beramal tanpa ilmu” (Ad-Durarus-Saniyyah, 1/137).
Kelima, al-ashnam (berhala). Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
“Katakanlah: ‘Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?’. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah, 5 : 60)
Ibnul Jauzi mengatakan: “Yang dimaksud dengan ‘thaghut’ dalam ayat ini ada dua pendapat, pertama maksudnya adalah berhala, dan yang ke dua maksudnya adalah syaitan.” (Zadul Masir, 2/232 Maktabah Syamilah).
Kata ‘thaghut’ dengan makna berhala juga disebutkan dalam hadits berikut,
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، أَخْبَرَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لَا تَقُوم السَّاعَةُ حَتَّى تَضْطَرِبَ أَلَيَاتُ نِسَاءِ دَوْسٍ عَلَى ذِي الْخَلَصَةِ “، وَذُو الْخَلَصَةِ: طَاغِيَةُ دَوْسٍ الَّتِي كَانُوا يَعْبُدُونَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
Telah menceritakan kepada kami Abul-Yaman : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhri, ia berkata: Telah berkata Sa’id bin Al-Musayyib : Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak akan tegak hari kiamat hingga pantat-pantat wanita suku Daus berjoget di Dzul-Khalashah”. Dzul-Khulashah adalah thaghut (berhala) suku Daus yang mereka sembah pada masa Jaahiliyyah (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 7116).[2]
Bahaya-bahaya Syirik
Jika seseorang tidak mengingkari atau menjauhi thaghut-thaghut tersebut, maka akan terjerumuslah ia kepada syirik (menyekutukan Allah Ta’ala). Padahal perbuatan syirik itu mengandung bahaya yang amat besar.
Pertama, dzulmun ‘adzim (kezaliman yang besar)
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am, 6: 82)
Dalam Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Abdullah. Ia mengatakan bahwa tatkala turun ayat ini,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ
“Hal tersebut terasa berat dirasakan oleh orang-orang, dan mereka mengatakan, ‘Wahai rasulullah, أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ siapakah di antara kita yang tidak menzalimi dirinya?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya bukan seperti yang kalian sangka! Belumkah kalian mendengar apa yang dikatakan oleh seorang hamba yang shalih,
يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ } إنما هو الشرك”
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman : 13), sesungguhnya yang dimaksud dengan hal tersebut adalah “ kesyirikan”.’
Demikianlah. Allah Ta’ala menyebut syirik sebagai kezaliman yang besar. Oleh karenanya wajib bagi kita untuk menjauhinya.
Kedua, ‘adamul ghufran (tidak diampuni dosanya)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48).
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya berkata, “Allah Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik yaitu ketika seorang hamba bertemu Allah dalam keadaan berbuat syirik.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, terbitan Dar Ibnul Jauzi, 3: 129).[3]
Maksud ayat ini kata Ibnul Jauzi yaitu Allah tidak akan mengampuni pelaku syirik (musyrik) yang ia mati dalam kesyirikan (Lihat: Zaadul Masir, 2: 103). Ini berarti jika sebelum meninggal dunia ia sudah bertaubat dan menyesali kesyirikan yang ia perbuat, maka ia selamat.
Ketiga, itsmun ‘adzim (dosa besar)
Penegasan tentang syirik sebagai dosa besar diantaranya disebutkan dalam hadits berikut.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : أَيُّ الذّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: “أَنْ تَجْعَلَ لِلّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ” قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: “أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ” قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: “أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ”.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Dosa apa yang paling besar?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Yaitu engkau menjadikan sekutu (tandingan) bagi Allah padahal Dia yang menciptakanmu (yaitu dosa kesyirikan)’. Aku berkata: ‘Kemudian apa?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jika engkau membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu.’ Aku berkata: ‘Kemudian apa setelah itu, wahai Rasūlullāh?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.’” (Muttafaqun ‘alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Keempat, dholalun ba’id (kesesatan yang jauh)
Perbuatan syirik disebut oleh Allah Ta’ala sebagai kesesatan yang jauh.
يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ
“Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfa’at kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Al-Hajj, 22: 12)
Tags: